
Persaingan teknologi AS-Cina menjadi penentu tatanan global di era digital
Relevansi persaingan ini terhadap keamanan global tidak bisa diremehkan. Teknologi yang diperebutkan bersifat dual-use—dapat digunakan untuk keperluan sipil maupun militer. Penguasaan atas teknologi-teknologi kunci ini akan menentukan kemampuan negara dalam melindungi infrastruktur kritisnya, mengamankan data warganya, dan mempertahankan keunggulan militer. Artikel ini akan mengeksplorasi berbagai dimensi persaingan teknologi AS-Cina, dampaknya terhadap keamanan global, dan bagaimana komunitas internasional merespons dinamika ini.
Bidang Persaingan Utama
Persaingan teknologi antara AS dan Cina terjadi di beberapa sektor strategis yang akan membentuk lanskap ekonomi dan keamanan global di masa depan. Berikut adalah bidang-bidang utama di mana kedua negara bersaing dengan intensitas tinggi:

Empat bidang persaingan teknologi utama antara AS dan Cina
Kecerdasan Buatan (AI)
Kecerdasan buatan menjadi arena persaingan paling sengit antara AS dan Cina. Pada 2023, investasi Cina di sektor AI mencapai USD 43,4 miliar, sementara AS menginvestasikan sekitar USD 52,9 miliar. Cina telah menetapkan target untuk menjadi pemimpin global dalam AI pada 2030 melalui rencana “Made in China 2025” dan “China Standards 2035”.
- AS memiliki keunggulan dalam penelitian dasar AI dan model generatif seperti yang dikembangkan oleh OpenAI, Google, dan Anthropic
- Cina unggul dalam implementasi AI untuk pengawasan, pengenalan wajah, dan analisis big data berkat akses ke dataset besar
- Perusahaan seperti Baidu, SenseTime, dan ByteDance menjadi pesaing serius bagi perusahaan teknologi AS
- Kedua negara berlomba mengembangkan AI untuk aplikasi militer, termasuk drone otonom dan sistem pertahanan
Pelajari Lebih Dalam tentang AI
Dapatkan analisis komprehensif tentang perkembangan terbaru dalam persaingan AI global dan implikasinya bagi keamanan nasional.
Jaringan 5G
Teknologi 5G bukan sekadar tentang internet yang lebih cepat—ini adalah infrastruktur dasar yang akan mendukung ekonomi digital masa depan, termasuk kota pintar, kendaraan otonom, dan Internet of Things (IoT). Cina, melalui Huawei, telah menjadi pemimpin dalam pengembangan dan penyebaran teknologi 5G global.
- Huawei menguasai sekitar 28% paten 5G global, sementara perusahaan AS seperti Qualcomm memiliki sekitar 16%
- AS telah membatasi Huawei dari rantai pasok teknologi dan menekan sekutunya untuk tidak menggunakan peralatan 5G Cina
- Pertarungan 5G memiliki implikasi keamanan karena potensi pengawasan dan kontrol atas infrastruktur komunikasi vital
- Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, menjadi “medan pertempuran” baru dalam persaingan 5G
Semikonduktor
Cip semikonduktor adalah “otak” dari semua teknologi modern, dari smartphone hingga superkomputer. AS telah mendominasi desain cip canggih melalui perusahaan seperti Intel, Nvidia, dan AMD, sementara Cina masih bergantung pada impor untuk kebutuhan cip tingkat tinggi.

Rantai pasok semikonduktor global dan posisi AS-Cina dalam industri strategis ini
- AS telah memberlakukan pembatasan ekspor teknologi semikonduktor canggih ke Cina sejak 2022
- Cina menginvestasikan lebih dari USD 150 miliar untuk mengembangkan industri semikonduktor domestiknya
- TSMC (Taiwan) menjadi pihak kunci dalam persaingan ini sebagai produsen cip terdepan dunia
- Ketergantungan global pada semikonduktor terlihat jelas saat krisis rantai pasok 2021-2022 yang mempengaruhi berbagai industri
Keamanan Siber
Keamanan siber menjadi dimensi penting dalam persaingan teknologi AS-Cina. Kedua negara saling menuduh melakukan serangan siber dan spionase industri, sementara sama-sama mengembangkan kemampuan ofensif dan defensif di ranah digital.
- AS menuduh Cina melakukan pencurian kekayaan intelektual senilai ratusan miliar dolar melalui serangan siber
- Cina mengembangkan “Great Firewall” untuk mengontrol internet domestik dan melindungi dari pengaruh asing
- Kedua negara berinvestasi besar dalam unit siber militer dan kemampuan perang informasi
- Persaingan ini menciptakan risiko eskalasi konflik di ranah siber yang dapat berdampak pada infrastruktur kritis global
Dampak pada Keamanan Global
Persaingan teknologi AS-Cina tidak hanya berdampak pada kedua negara tersebut, tetapi juga memiliki implikasi luas terhadap keamanan global. Berikut adalah beberapa dampak signifikan yang perlu diperhatikan:

Dampak persaingan teknologi AS-Cina terhadap berbagai aspek keamanan global
Risiko Fragmentasi Teknologi
Persaingan AS-Cina mendorong terjadinya fragmentasi ekosistem teknologi global menjadi dua blok yang terpisah, sering disebut sebagai “splinternet” atau “balkanisasi digital”. Fenomena ini memiliki implikasi serius bagi keamanan global.
- Munculnya standar teknologi yang berbeda dan tidak kompatibel antara ekosistem AS dan Cina
- Negara-negara dipaksa “memilih sisi” dalam adopsi teknologi, menciptakan ketegangan diplomatik
- Fragmentasi menghambat kolaborasi global dalam menangani ancaman siber lintas batas
- Risiko meningkatnya biaya keamanan karena duplikasi sistem dan infrastruktur
Perang Dagang dan Implikasi Ekonomi
Persaingan teknologi telah memicu perang dagang yang berdampak pada stabilitas ekonomi global. Pembatasan ekspor, tarif, dan sanksi terhadap perusahaan teknologi menciptakan ketidakpastian dalam rantai pasok global.
Ketegangan teknologi antara Amerika Serikat dan Cina menciptakan ketidakpastian pasar yang signifikan. Investor dan perusahaan global harus menghadapi risiko geopolitik, fragmentasi pasar, serta potensi perubahan regulasi mendadak.
- Tarif AS terhadap produk teknologi Cina mencapai lebih dari USD 550 miliar, dibalas Cina dengan tarif serupa
- Gangguan rantai pasok global, terutama untuk bahan baku industri elektronik dan semikonduktor
- Peningkatan biaya produksi teknologi yang akhirnya ditanggung konsumen global
- Negara berkembang seperti Indonesia menghadapi dilema dalam memilih teknologi dan mitra dagang
Analisis Dampak Ekonomi
Dapatkan pemahaman mendalam tentang bagaimana persaingan teknologi AS-Cina mempengaruhi ekonomi global dan strategi mitigasi risikonya.
Ancaman Keamanan Siber Lintas Batas
Intensifikasi persaingan teknologi meningkatkan risiko serangan siber yang dapat mempengaruhi infrastruktur kritis global. Ketegangan antara AS dan Cina menciptakan lingkungan di mana insiden siber dapat dengan mudah dieskalasi menjadi konflik yang lebih luas.
- Peningkatan serangan siber terhadap infrastruktur kritis seperti jaringan listrik, sistem keuangan, dan fasilitas kesehatan
- Risiko kesalahan atribusi yang dapat memicu eskalasi konflik tidak disengaja
- Penggunaan aktor non-negara sebagai proksi dalam operasi siber untuk menjaga “deniability”
- Tantangan dalam mengembangkan norma internasional untuk perilaku negara di ranah siber
Polarisasi Aliansi Internasional
Persaingan teknologi AS-Cina mendorong pembentukan blok-blok aliansi baru yang berpusat pada teknologi. Negara-negara dipaksa untuk memilih ekosistem teknologi yang akan mereka adopsi, menciptakan polarisasi global baru.

Polarisasi aliansi internasional akibat persaingan teknologi AS-Cina
- AS membentuk aliansi seperti “Chip 4” dengan Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan untuk mengamankan rantai pasok semikonduktor
- Cina memperluas pengaruh teknologinya melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan Digital
- Negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, berusaha menjaga keseimbangan antara kedua kekuatan
- Risiko terbentuknya “tirai digital” baru yang membelah dunia menjadi dua blok teknologi
Studi Kasus
Untuk memahami secara konkret bagaimana persaingan teknologi AS-Cina berdampak pada keamanan global, mari kita tinjau beberapa studi kasus penting yang menggambarkan dinamika ini:
Larangan Huawei di Negara Barat
Kasus Huawei menjadi simbol paling jelas dari persaingan teknologi AS-Cina. Sejak 2018, AS telah mengambil langkah-langkah untuk membatasi Huawei, dengan alasan kekhawatiran keamanan nasional.

Negara-negara yang telah melarang atau membatasi peralatan Huawei dalam jaringan 5G mereka
- AS melarang perusahaan telekomunikasi domestik menggunakan peralatan Huawei dan menekan sekutunya untuk mengikuti
- Inggris, Australia, Jepang, dan beberapa negara Eropa telah membatasi atau melarang Huawei dalam jaringan 5G mereka
- Cina merespons dengan meningkatkan dukungan untuk Huawei dan mengancam konsekuensi ekonomi bagi negara yang melarang
- Kasus ini menciptakan dilema bagi negara berkembang yang ingin mengakses teknologi 5G terjangkau namun menghadapi tekanan geopolitik
Pembatasan Ekspor Chip AS ke Cina
Pada Oktober 2022, AS memberlakukan pembatasan ekspor komprehensif terhadap teknologi semikonduktor canggih ke Cina, dalam upaya untuk memperlambat kemajuan teknologi Cina di bidang AI, superkomputer, dan aplikasi militer.
- Pembatasan menargetkan chip AI canggih, peralatan manufaktur semikonduktor, dan teknologi desain chip
- Perusahaan seperti Nvidia, AMD, dan ASML dilarang menjual produk tertentu ke Cina
- Cina merespons dengan meningkatkan investasi dalam kemandirian teknologi semikonduktor
- Dampak global termasuk gangguan rantai pasok dan potensi perlambatan inovasi di sektor tertentu
Analisis Mendalam Industri Semikonduktor
Dapatkan laporan terbaru tentang dinamika industri semikonduktor global dan implikasinya bagi keamanan teknologi nasional.
Kasus TikTok dan Keamanan Data
Kontroversi seputar aplikasi TikTok milik ByteDance menggambarkan bagaimana persaingan teknologi AS-Cina meluas ke ranah media sosial dan keamanan data. Kekhawatiran tentang potensi akses pemerintah Cina terhadap data pengguna global memicu respons regulasi di berbagai negara.

Kontroversi TikTok dan implikasinya terhadap keamanan data global
- AS mengancam akan melarang TikTok kecuali kepemilikannya dialihkan ke perusahaan AS
- India telah melarang TikTok dan puluhan aplikasi Cina lainnya dengan alasan keamanan nasional
- Uni Eropa dan negara lain menerapkan pengawasan ketat terhadap praktik penanganan data TikTok
- Kasus ini menunjukkan bagaimana aplikasi konsumen dapat menjadi isu keamanan nasional dalam konteks persaingan teknologi
Respons Komunitas Internasional
Menghadapi intensifikasi persaingan teknologi AS-Cina, komunitas internasional telah mengembangkan berbagai respons untuk mengelola ketegangan dan mencari jalan tengah. Berikut adalah beberapa pendekatan utama:

Respons komunitas internasional terhadap persaingan teknologi AS-Cina
Peran UE sebagai Pihak Ketiga
Uni Eropa berusaha memposisikan diri sebagai “pihak ketiga” dalam persaingan teknologi AS-Cina, dengan mengembangkan pendekatan yang lebih independen dan berorientasi pada nilai.
- UE meluncurkan Digital Services Act dan Digital Markets Act untuk mengatur platform digital dengan standar sendiri
- Strategi “Kedaulatan Digital” UE bertujuan mengurangi ketergantungan pada teknologi AS maupun Cina
- Investasi €43 miliar dalam “European Chips Act” untuk memperkuat industri semikonduktor Eropa
- Pendekatan berbasis nilai yang menekankan privasi data, transparansi algoritma, dan hak digital
Inisiatif Negara-negara ASEAN
Negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, menghadapi tantangan unik dalam menavigasi persaingan teknologi AS-Cina. Sebagai kawasan dengan hubungan ekonomi erat dengan Cina namun juga memiliki kepentingan keamanan dengan AS, ASEAN telah mengembangkan pendekatan pragmatis.

Strategi ASEAN dalam menavigasi persaingan teknologi AS-Cina
- ASEAN Digital Masterplan 2025 menekankan pendekatan inklusif terhadap teknologi dari berbagai sumber
- Indonesia dan negara ASEAN lainnya menerapkan kebijakan “hedging” untuk menyeimbangkan hubungan dengan AS dan Cina
- Pengembangan kerangka kerja keamanan siber regional melalui ASEAN Cybersecurity Cooperation Strategy
- Upaya untuk membangun kapasitas teknologi lokal untuk mengurangi ketergantungan pada kekuatan eksternal
Pelajari Strategi Indonesia
Dapatkan analisis tentang bagaimana Indonesia dapat menavigasi persaingan teknologi AS-Cina untuk kepentingan nasional.
Kolaborasi Riset Global
Di tengah ketegangan geopolitik, komunitas ilmiah global terus berupaya mempertahankan kolaborasi penelitian lintas batas, terutama dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, pandemi, dan keamanan pangan.
- Inisiatif penelitian internasional seperti CERN dan International Space Station tetap melibatkan ilmuwan dari berbagai negara
- Universitas global mengembangkan protokol untuk melindungi penelitian sensitif sambil mempertahankan kolaborasi
- Pendanaan untuk proyek riset multinasional yang mengatasi tantangan global seperti AI etis dan keamanan siber
- Upaya untuk memisahkan kolaborasi ilmiah dari ketegangan geopolitik melalui forum netral
Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan analisis persaingan teknologi AS-Cina dan dampaknya terhadap keamanan global, berikut adalah beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan, termasuk di Indonesia:

Rekomendasi kebijakan untuk mengelola persaingan teknologi AS-Cina
Kerangka Kerja Multilateral Baru
Diperlukan pengembangan kerangka kerja multilateral baru yang dapat mengakomodasi kepentingan berbagai pihak dalam tata kelola teknologi global. Kerangka ini harus inklusif dan menekankan prinsip-prinsip bersama.
- Pembentukan “Technology Governance Forum” di bawah PBB yang melibatkan semua pemangku kepentingan
- Pengembangan “Digital Geneva Convention” untuk mengatur perilaku negara di ranah siber
- Mekanisme dialog reguler antara regulator teknologi dari berbagai negara untuk harmonisasi kebijakan
- Pelibatan sektor swasta dan masyarakat sipil dalam pengembangan norma teknologi global
Standar Keamanan Teknologi Global
Standar keamanan teknologi yang disepakati secara global dapat membantu mengurangi risiko fragmentasi dan memastikan interoperabilitas sistem, sambil tetap melindungi kepentingan keamanan nasional.
Kemajuan industri teknologi global akan membangkitkan peluang bagi Indonesia, sepanjang kita cukup cerdik dan bisa memanfaatkannya dengan tetap menjaga kedaulatan digital nasional.
- Pengembangan standar keamanan 5G yang dapat diterima oleh semua pihak
- Sertifikasi keamanan perangkat IoT yang diakui secara internasional
- Protokol pengujian teknologi AI untuk memastikan keamanan dan keandalan
- Standar perlindungan data lintas batas yang menghormati kedaulatan digital nasional
Mekanisme Resolusi Konflik
Mengingat potensi konflik yang timbul dari persaingan teknologi, diperlukan mekanisme resolusi konflik yang efektif untuk mengelola ketegangan dan mencegah eskalasi.

Mekanisme resolusi konflik untuk mengelola ketegangan teknologi global
- Pembentukan “Tech Diplomacy Channel” untuk komunikasi cepat dalam krisis siber
- Panel arbitrasi independen untuk menyelesaikan sengketa teknologi antarnegara
- Mekanisme notifikasi awal untuk kebijakan teknologi yang dapat berdampak pada negara lain
- Latihan simulasi krisis siber multinasional untuk meningkatkan koordinasi respons
Tetap Terinformasi
Dapatkan update reguler tentang perkembangan terbaru dalam persaingan teknologi AS-Cina dan implikasinya bagi keamanan global.
Kesimpulan
Persaingan teknologi antara Amerika Serikat dan Cina telah menjadi faktor penentu dalam dinamika keamanan global kontemporer. Kompetisi ini melampaui aspek ekonomi dan menyentuh inti kedaulatan, keamanan nasional, dan tata kelola global di era digital. Fragmentasi teknologi, perang dagang, ancaman siber, dan polarisasi aliansi adalah beberapa dampak signifikan yang perlu diantisipasi.

Persaingan teknologi AS-Cina akan terus membentuk lanskap keamanan global di masa depan
Bagi Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, persaingan ini membawa tantangan sekaligus peluang. Di satu sisi, ada risiko terjebak dalam polarisasi yang memaksa “memilih sisi”. Di sisi lain, situasi ini membuka peluang untuk diversifikasi mitra teknologi, pengembangan kapasitas domestik, dan posisi tawar yang lebih kuat dalam hubungan internasional.
Pendekatan yang seimbang, pragmatis, dan berpijak pada kepentingan nasional menjadi kunci dalam menavigasi dinamika ini. Kolaborasi multilateral, pengembangan standar bersama, dan mekanisme resolusi konflik yang efektif dapat membantu mengelola ketegangan dan memastikan bahwa kemajuan teknologi tetap menjadi kekuatan positif bagi kemanusiaan, bukan sumber konflik baru.
Pada akhirnya, persaingan teknologi AS-Cina mungkin tidak akan berakhir dalam waktu dekat, tetapi cara kita meresponsnya akan menentukan apakah dunia bergerak menuju fragmentasi yang berbahaya atau integrasi yang lebih inklusif dan aman. Keputusan yang dibuat hari ini akan membentuk lanskap keamanan global untuk dekade mendatang.